Sunday, June 14, 2015

Berteori

Hai lagi para pembaca yang terkasih dan terhormat :)

Kali ini memang bukan secara langsung ajaran dari Mr Eddy, tetapi merupakan sebuah rangkuman/makalah yang hamba kumpulkan dari berbagai sumber, dan melekat menjadi sebuah teori panduan hidup. Segala macam masukan diterima dengan baik, jadi silahkan reach out ya!

Menurut hamba pribadi teori ini sangatlah sederhana saja, kalau komplikasinya silahkan direnungkan sendiri ya ^^

Saya terilham bahwa kehidupan ini setidaknya terdiri dari empat tingkatan (levels):
Level 0: Sinetron. Dimana ketika kita hidup dengan kasat mata saja, tanpa kesadaran. Terikat dan melekat kepada drama-drama kehidupan sehari-hari, dan malahan menimbulkan karma.

Level 1: Adalah Penciptaan atau Manifestasi. Di tingkatan ini, sang orang berubah menjadi calon manusia, mulai bisa membedakan sinetron dan narasi di belakangnya. Calon manusia tersebut juga mendapat anugerah penciptaan/materialisasi, baik di alam lahir(materi) maupun alam batin(implisit), baik bagi dirinya (awalnya) maupun bagi orang lain (akhirnya). Proses penciptaan ini juga merupakan bagian dari "tugas" yang harus dijalankan, dan caranya bermacam-macam, dari hidup sehari-hari (tetapi sadar) sampai memakai mantra, visualisasi, doa, afirmasi, dan sebagainya.

Level 2: Adalah Penerimaan atau Acceptance. Di tingkatan ini, kesadaran itu membuat seorang calon manusia menjadi manusia sejati, dimana terjadi penerimaan apa adanya dan kepasrahan yang sesuai dan pada tempatnya. Sejalan dengan waktu, manusia tersebut mampu menerima apa adanya: penerimaan adalah bersyukur, senyum dan memberi (makanya ada yang bilang menerima adalah memberi.. hahaha) dan disini terdapat kenyamanan. Sang manusia bebas dari kemelekatan terhadap hasil dari penciptaannya di level 1 berkat kesadarannya, dan mampu menerima dan mencintai apa adanya.

Level 3: Adalah Kebersatuan. Ketika sang manusia mencapai tahap menerima apa adanya, dan menyadari nature-nya yang sesungguhnya (bahwa keTuhanan sesungguhnya ada di dalam dirinya, dan dengan begitu, maka sesungguhnya ia adalah Tuhan) serta mencapai kepasrahan dengan ikhlas, maka di saat ini adalah saat yang terdekat baginya untuk tidak dilahirkan kembali di dunia ini. (Sebab dia sudah paham, sudah lulus kuliah, ya kalau disuruh sekolah lagi kan tidak pantas..) Disinilah terdapat manunggaling kawula gusti, dimana ego bersatu dengan kebaikan, tidak ada lagi putih dan hitam, baik dan jahat..

Adapun rumus-rumus matematika sebagai berikut:
- 0 + 0 = 0. Apabila kita membulat, terikat dengan sinetron dan drama, maka kita hanya akan berputar disitu saja dan tidak habis-habis karma kita. Maka lingkaran tersebut biarlah dipatahkan dengan kesadaran dan kebijaksanaan..
- 2 = 1 + 1. Penerimaan itu terdiri dari penciptaan-penciptaan. Ketika seorang calon manusia sudah rajin mencipta dan sukses, dan ia rajin merenung, maka ia akan sadar kalau materi (fisik) sesungguhnya ialah hampa, maka ia akan melepas dan menerima. Dengan belajar melepas dan menerima, hal-hal materi malah akan melekat juga; jadi sesungguhnya dengan belajar menciptakan kita belajar untuk menerima (hasil ciptaan kita), dan dengan menerima kita membantu proses penciptaan kita. Harmonis, terdiri dari satu sama lain. Dan tidak bisa dilongkap-longkapi.
- 1 + 2 = 3. Untuk mencapai kebersatuan, atau manunggaling kawula gusti, tidak hanya menerima atau pasrah saja, tetapi juga harus menuntaskan tugas/kewajiban kita di dunia ini. Bagaimana cara menuntaskannya? Yaitu dengan melakukan penciptaan bagi diri kita dan orang lain. Berkarya. Apabila sudah tuntas tugas kita, sudah habis karma kita dan malah membawa darma, serta dilakukan dengan tulus dan ikhlas, maka menjadilah hak kita (apabila disertai kepasrahan) untuk mencapai kebersatuan/kemanunggalan. Oleh sebab itu pentingnya untuk menciptakan, menjalankan tugas sehari-hari, untuk membuat hidup kita nyaman, sebab disitu terdapat realita yang jauh lebih berharga daripada teori yang tidak dipraktekkan.

Kemudian, terdapat juga implikasi dari dinamika kehidupan yang berarti kita bisa hidup dan berpindah-pindah dari satu tingkatan ke tingkatan lainnya. Banyak sekali yang saya hormati sering berpura-pura hidup sebagai level 0, supaya dapat diterima oleh orang-orang disekitarnya, supaya bisa membantu orang-orang tersebut. (sebab kalau tidak diterima maka diberi bantuan pun akan ditolak..) Padahal sesungguhnya sudah mampu mempertahankan kebersatuan alias sudah hidup di level 3. Selain itu nampaknya juga masih banyak tingkatan-tingkatan selanjutnya, atau juga tingkatan diantara tingkatan (masih dapat diperulas/diperdetil lagi). Tapi hak ilmu hamba sampai segini dulu saja ya :) semoga berguna dan bermanfaat!

Salam Rahayu,