Sunday, September 20, 2015

Melepas Kuda

Melepas adalah menerima.

Hai para pembaca yang kuhormati, tulisan kali ini pendek dan singkat saja ya, sebab ini cuma merupakan sebuah kesimpulan/ilham singkat yang diperoleh minggu ini.

Kata-kata favorit Mr Eddy adalah belajar menjadi seorang sersan, serius tapi santai. Bukannya seorang komando yang apa-apa kerjaannya merintah terus! Pas ditanya kenapa, Beliau menjelaskan bahwa dengan santai dan sabar, semuanya menjadi enak, dan urusan malahan menjadi cepat beres ketimbang saat kita emosi dan buru-buru.

Ketika saya merenungi kata-kata Beliau, saya terilham.. Kita semua adalah trinitas suci yang terdiri dari mind, body, and Soul (Higher Self). Higher Self kita selalu berusaha yang terbaik untuk bersatu dengan mind dan body kita. Di saat ketiganya selaras, disitulah kita mencapai suatu titik yang dinamakan flow atau mengalir. Ketika tiga menjadi satu, kita didorong oleh kekuatan cinta kasih ilahi dan mampu berkarya dan menjadi luar biasa.

Saya akhirnya sadar, bahwa artinya santai, melepas, dan menerima adalah mengizinkan HS kita untuk bersatu dengan kita. Ketika kita santai dan menerima apa adanya (dan tentunya tetap menjalankan tugas kita sehari-hari dengan bersyukur dan tulus), maka HS kita diberikan sebuah otonomi atau kekuasaan untuk mengendalikan alur hidup kita. Tugas/kewajiban HS pun lebih mudah untuk dipenuhi, kitanya pun menjadi lebih beruntung dan lancar.

Sebab, HS kita tidak pernah menargetkan apapun. Beliau senantiasa mengizinkan kita mengatur sendiri: Apabila badan dan otak kita adalah kuda, HS kita adalah pengendaranya. Namun, sebagai seorang pengendara, HS kita membiarkan kuda tersebut jalan sesuai kemauannya. Tentu saja, sang pengendara ujung ujungnya tetap akan berusaha membimbing kuda tersebut ke jalan yang benar, tetapi bukannya tugas pengendara menjadi sangat lebih mudah jika kuda yang dikendarainya santai dan mengizinkan dirinya untuk diarahkan oleh sang HS? Ataukah kita adalah kuda yang liar, memberontak, dan meronta-ronta terhadap pengendara kita?

Sampai, sih akan sampai juga semuanya, pada akhirnya. Tetapi, kuda yang pintar tidak pakai banyak berdarah-darah atau nyasar segala.. Hehehe. Biarlah hamba ingat untuk menjadi seorang kuda yang lebih santai (tetapi harus tetap jalan maju terus ya.. kalau diam saja maka bukanlah seekor kuda yang berguna.)

Salam Rahayu,

Tuesday, September 1, 2015

Sayang Itu Bukan Cinta, Bukan Kasih

Halo lagi para pembaca yang terhormat.. Mohon maaf blog ini sudah seperti mengumpulkan sarang laba-laba.. Apakabar? Semoga semuanya fine, as always ya.. :)

Musim panas yang barusan berakhir ini, Murid Edhaka yang satu ini memang sempat galau mengenai masalah cinta. Jadinya tulisan kali ini sepertinya akan menyambung tulisan dari bulan Febuari lalu mengenai "Manusia Konsekuen". Kita langsung meluncur menuju pertanyaan utamanya saja ya, yang mestinya saya tanyakan pada Mr Eddy (sayangnya tidak sempat..)

Apakah arti dari cinta? Apakah yang dimaksud dengan mencintai?

Mungkin para pembaca bingung, kok tiba-tiba Murid Edhaka yang ini jadi galau? Bertanya apa arti cinta? Baiklah, dijelaskan. Pak Eddy memang pernah bilang ke saya untuk hati-hati: "Kasihan tidak sama dengan cinta." Sebab, kata Beliau, "Kasihan adalah naif dan napsu. Kalau kamu kasihan, pasti ada maunya, kan? Kalau kamu cinta itu tanpa syarat."

Beliaupun melanjutkan.. "Kalau kamu kasihan itu kayak orang tua yang terlalu sayang sama anaknya. Jadi, kalau kamu teralu sayang, nanti anaknya jatuh. Kayak teralu dimanjain begitu, overkasihan, eh malah jadi ngelunjak. Jadi gini, kamu kan niatannya berbuat baik, tapi kalau kamu terlalu baik sama dia, terus dia jadi ga bisa jalan atau lumpuh gara2 kamu tolongin terus, kan jadi ga bagus?"

Setelah saya diputuskan oleh sang pacar, (dan tahu, apapun yang terjadi nantinya sekarang harus saya lepaskan dulu) saya melihat kembali hubungan saya dengannya. Di saat itu saya menjadi ngeh, bahwa bukan saja dengannya, tetapi dengan kekasih-kekasih sebelumnya, hubungan tersebut memang dimulai dengan rasa kasihan atau simpati, dan tentu saja melibatkan nafsu. Walaupun saya harus paham bahwa yang namanya manusia lahiriah, memiliki jasad dan jasmani, tentu saja tidak akan terlepas dari emosi dan nafsu, bukan berarti kita tidak belajar untuk memahami dan "berdamai" dengan emosi dan nafsu kita.

Ketika saya akhirnya tahu bahwa mantan saya sudah mencintai (dan dicintai) oleh lelaki lain, awalnya saya sangat cemburu dan marah. Sama juga seperti hal-hal kecil yang meretakkan hubungan saya dengannya: Saya memiliki ekspektasi kepadanya, saya berharap kalau ia bersyukur atas hal-hal yang saya telah perbuat untuknya, untuk hal-hal yang telah saya korbankan deminya. Kata Pak Eddy, "You are sacrificing the value of sacrifice when you bring up your sacrifice".

Dan sungguh betul kata-kata Beliau tersebut. Kalau saya sungguh-sungguh mencintainya, maka saya akan melepasnya. Saya tidak akan berharap apapun darinya, saya akan ikhlas. Bahkan tidak apa bila dirinya tidak mencintai saya kembali. Tidak apa bila dirinya menemukan kekasih yang lebih baik daripada saya. Sebab, bila saya mencintainya, kebahagiaannya adalah kebahagiaan saya. Kalau ia memang hak hamba, di masa depan pasti masih ada jalan kembali. Kalau bukan, tetapi pada akhirnya kita sama-sama berbahagia di jalan yang berbeda, maka tidak apa-apa, bukan?


Para pembaca yang kucintai dan kuhormati, tulisan kali ini memang lebih untuk Murid Edhaka yang ini, yang tengah menyembuhkan hatinya yang terluka. Semoga dengan setiap tetesan air mata dan darah Murid Edhaka yang satu ini menjadi lebih dewasa, dan lebih paham arti dari cinta.

Jadi, apakah arti cinta itu? Mungkin sudah dibahas di blogpost berjudul wanita, ya.. Tetapi setelah melalui ini hamba menjadi lebih paham mengenai tulisan tersebut. Inilah jenaka daripada sandiwara dunia, bahwa sesungguhnya semua jawaban dari pertanyaan-pertanyaan kita ada di depan mata kita, tetapi kita masih belum paham sehingga jawaban tersebut luput dari diri kita. 

Baiklah, kata Mr Eddy, cinta adalah semangat yang tidak bisa dipatahkan. Sekarang, saya akan niatkan untuk bersemangat dalam kehidupan, dalam mengenapkan diri saya sendiri. Sehingga suatu hari nanti, saya akan menemukan seseorang yang saya layak untuk share kelengkapan saya ini. Sebab, salah satu hal yang paling penting setelah kita lepas dari rahim ibu kita dan sebelum kita masuk kembali ke lubang kuburan kita adalah mencari seorang jiwa untuk kita bagikan kegenapan kita ini. Untuk kita berjalan bersama, saling paham, saling mendukung, sampai terwujud potensi kita yang tidak terhingga yang diberikan oleh sang Tuhan yang bersemanyam di dalam jasmani kita.


Ah dan, terimakasih kepada pembaca yang setia. Murid Edhaka ini bersyukur untuk menemukan sahabat di dalam diri kalian.

Salam Rahayu,