Sunday, January 10, 2016

Misteri Ilahi

Pak Eddy pernah sharing mengenai sebuah afirmasi kesadaran:

1.      Ketika aku (soul) berkenan, maka saya bisa. Kalo ga bisa sekarang, besok pasti bisa, kalo besok ga bisa, lusa pasti bisa. Pokoknya suatu hari ujungnya pasti bisa!
2.      Ketika aku berkenan, aku akan dapat. Pelan2 finalnya dapat.
3.      Ketika aku berkenan, maka aku bahagia!

Baru sekarang saya sedikit lebih mengerti arti dari kata-kata Mr. Eddy ini. Setiap insan manusia memiliki jalan ceritanya masing-masing, dan jalan cerita inilah yang diselenggarakan oleh soul (HS) kita. Ketika kita belajar mengenai the Secret, the Law of Attraction, kekuatan pikiran, kita sedang belajar untuk keluar dari tahap bersandiwara / panggung sinetron. Kita sadar bahwa kita 100% bertanggung jawab atas kehidupan kita, dan kita mulai belajar untuk memanifestasikan/mewujudkan hal-hal yang kita inginkan.

Akan tetapi, tentu saja pembelajaran ini tidak berakhir di tahap manifestasi. Pada posting 4 Tahap Pencerahan, tahap manifestasi hanyalah level 2, yaitu empowerment. Kita mendapatkan kekuatan untuk merubah nasib dan takdir kita, selayaknya seorang nahkoda yang akhirnya mengambil alih kemudi bahteranya. Namun disinilah terdapat banyak perangkap, yang suka saya sebut jebakan ego/hati. Oleh karena itu Mr. Eddy sering memesankan untuk hati-hati dengan hati. Hehehe. Jebakan ego inilah yang membuat kita ambisius, dan berusaha untuk memanipulasi sang Aku, HS, soul kita, sesuai dengan kehendak "saya" atau ego pikiran kita. Terkadang, kita berhasil membujuk HS kita, sebab memang HS kita pada dasarnya ingin kita bahagia. Tetapi, terlalu banyak hal yang kesadaran/ego kita tidak paham, apalagi rencana Sang Ilahi yang tahu apa yang terbaik bagi kita masing-masing.

Sesungguhnya, setelah kita sadar bahwa kita memiliki Sang Ilahi yang menyelenggarakan hidup kita, ketika kita meminta sesuatu/berkomunikasi dengan sang Aku, kita sebenarnya hanya sedang memberi sebuah petisi atau proposal kepada HS kita. Dengan pengetahuan dan emosi kesadaran kita yang sangat terbatas, kita memohon ampun dan meminta sesuatu untuk dimanifestasikan oleh HS kita. Dan oleh karena itu, ketika petisi tersebut berkenan dengan sang Aku, maka ketiga afirmasi diatas menjadi kenyataan: Saya pasti ujung-ujungnya akan bisa, akan dapat, dan akan bahagia.

Terdapat setidaknya dua pembelajaran disini: Yang pertama, kita hanya bisa meminta dan berpasrah, dan percaya (have faith) kepada Sang Aku. Jika kita tidak percaya, maka HS kita tidak akan berkenan. Yang kedua, HS kita sesungguhnya tahu apa yang terbaik bagi kita. Pertanyaannya disini adalah: Apakah seharusnya kita meminta-minta? Sang Aku bukanlah pelayan kita. Kenapa kita tidak pasrah saja, dan menyerahkan semuanya kepada penyelenggara kita? Disinilah kita akhirnya sadar dan paham seberapa pentingnya untuk menghapus atau me'nol'kan ego kita.

Pertanyaan natural dari tahap ini adalah, kalau kita pasrah saja, dan menyerahkan kembali semuanya kepada Sang Pencipta, apa bedanya dengan sebelum kita mengetahui ini semua? Apa bedanya dengan ketika kita masih hidup di dalam panggung sandiwara, dimana kita hanyalah sebuah korban/tragedi kehidupan?

Tentu saja berbeda, dan perbedaan disini adalah akarnya: Kesadaran. Pak Eddy pernah berkata bahwa kesadaran adalah kunci dari kehidupan. Kita sadar bahwa Sang Aku memberi yang terbaik bagi kita, dan kita menjalani kehidupan dengan sangat antusias, semangat, dan gembira. Kita sadar bahwa kita tidak pernah sendiri dalam menjalani kehidupan ini. Kita memiliki teman dan pelindung yang sangat mencintai kita, yang kita sebaiknya rajin untuk ajak mengobrol agar pengertian dan pemahaman kita bertambah dalam. Kita lebih rahayu dan bijaksana dalam menikmati kebahagiaan dan penderitaan yang kita jumpai dalam lika-liku kehidupan ini, dan kita semakin cepat belajar, paham, dan lulus. Tentunya juga, sang penyelenggara hidup kita sangatlah baik, dan maha pengasih. Kita bisa meminta untuk diberi pengertian, dan jika ada sesuatu yang kita inginkan, kita bisa mencoba untuk meminta kepadanya, dan memberikan petisi untuk perwujudan hal tersebut.

Tetapi kita tidak lagi memaksa, tidak lagi kuatir, tidak lagi cemas, sebab semuanya indah pada waktuNya, dan hidup kita selalu merupakan perwujudan terbaik dari kehendak Sang Semesta. Tinggal kita memainkan peranan kita saja, melakukan hal-hal yang perlu kita lakukan sehari-hari, berbuat kebaikan dan menolong orang lain, membawa kebahagiaan, dan menikmati hidup. Dan yang paling penting, tetap bersyukur dan meluaskan pemahaman dan pembelajaran kita mengenai misteri kita ini, yang merupakan misteri Sang Illahi, kehidupan, dan Semesta yang sedang menunggu kita untuk menguaknya, seperti sebuah kado natal yang menunggu untuk dibuka oleh seorang anak yang riang gembira.

Ah.. Akhirnya, kutemukan cara hidup yang berkualitas.

Salam Rahayu,
Murid Edhaka

No comments:

Post a Comment