Wednesday, December 16, 2015

4 Tahap Pencerahan + Manusia

Para pembaca yang terhormat, semoga Desember ini adalah bulan yang baik bagi kalian semua ya.

Saya lagi asik mengikuti ceramah/pelajaran dari Dr. Joe Vitale, dan saya belajar banyak. Boleh dibilang kursus/ajaran Dr. Vitale ini berpusat pada Ho'ponopono, ajaran tradisional Hawaii untuk membersihkan diri sendiri dengan empat kalimat yang dibacakan kepada 'divinity' atau HS kita: "Saya menyesal, maafkan saya, terima kasih, saya mencintaimu." Kenapa diri sendiri perlu dibersihkan? Memangnya kita kotor?

Bukan, yang dibersihkan adalah semua program atau pikiran bawah sadar yang tanpa sepengetahuan kita, kita izinkan untuk menjalani dan mempengaruhi hidup kita. Dalam bahasa kita, program-program inilah yang menghalangi diri kita dengan sumber kita (yaitu HS kita). Kemudian, Dr. Vitale juga berbicara mengenai empat tahap pencerahan: Victimhood, Intention, Surrender, dan Enlightenment. 90% orang-orang di sekitar kita masih berada dalam tahap "korban" atau victimhood, yaitu orang-orang yang masih fokus kepada drama-drama di dalam hidup mereka.

Ketika kita belajar untuk mengendalikan hidup kita, entah itu melalui law of attraction, hukum penciptaan dan manifestasi, dsb, kita lulus dari tahap korban dan naik ke level intention, atau niat. Ego kita meniatkan hal-hal yang kita akan lakukan, dan kita sadar bahwa sesungguhnya kita bisa menjadi apapun yang kita mau. Kemudian, kita sadar bahwa kita tidak bisa mengendalikan semuanya. Ego kita, yang melingkupi pikiran kita, sangatlah terbatas. Yang kita pikir terbaik untuk kita mungkin sesungguhnya bukan. Oleh karena itu, kita menyerah (surrender) dan mengizinkan HS/soul/semesta untuk menyelenggarakan yang terbaik untuk kita, sementara kita terus bersyukur, mencintai, dan memberi yang terbaik.

Akhirnya, sampai juga tahap pencerahan, dimana kita sadar bahwa sesungguhnya kita semua adalah satu, dan ada kebersatuan. Saya bukanlah badan, pikiran, atau perasaan saya. Saya adalah lebih dari semua itu, saya adalah bagian dari soul, yang merupakan bagian dari Tuhan yang menyelenggarakan hidup saya dan hidup semuanya di dalam lingkup semesta. Atau dengan bahasa Mr. Eddy, pencerahan adalah sadar, dan tahu, bahwa saya, adalah Aku, dan adalah Tuhan. Tidak ada yang namanya pemisahan, karena ketika lupa dan berpisah, yang terjadi adalah penderitaan.

Dulu ketika mengobrol sama Mr. Eddy, Beliau sering berkata mengenai perbedaan diantara orang dan manusia. Akhirnya saya paham, bahwa seorang manusia adalah seorang orang yang sudah mencapai pencerahan. Ketika seorang manusia sadar, dan paham, bahwa "hidup adalah panggung sandiwara", maka iapun akan semangat dan sadar dalam menjalani kehidupannya. Tidak terlalu serius, karena dari sinetron bisa berubah jadi karma. Kata Pak Eddy: "Absolute optimistic, absolute positive thinking." dan "Yang tidak enak dirubah menjadi enak, yang enak dirubah menjadi enak sekali." Kemudian, kata Beliau, manusia adalah process oriented, tetapi orang adalah results oriented. Ketika kita sadar bahwa resource itu lebih penting dari results, maka kita tidak akan mengeluh, tetapi kita akan memberi dan menjalani dengan senang hati. Mencintai dengan semangat yang tidak bisa dipatahkan.

Saya juga ingat bertanya kepada Mr. Eddy, bagaimana caranya saya bisa menjadi manusia. Kata Mr. Eddy, saya tidak usah ngapa-ngapain, cukup persiapkan diri saya saja, afirmasi bahwa saya, Aku, dan Tuhan adalah satu (online). Prosesnya otomatis. Anehnya (mungkin tidak begitu aneh, hehehe) Dr. Joe Vitale juga berbicara mengenai hal yang sama: Pencerahan tidak bisa dicapai dengan usaha, pencerahan adalah anugerah Tuhan. Hal yang terbaik yang bisa kita lakukan adalah untuk mempersiapkan diri kita mencapai pencerahan, dan mengizinkan restuNya untuk mencapai diri kita.

Akhirnya, saya paham bagaimana caranya hidup dengan berkualitas..

Salam rahayu,

Friday, October 30, 2015

Berdarah-darah (Bagian 2)

Para pembaca yang kucintai,

Murid Edhaka ini lagi iseng membaca karya-karya lama dan kata-kata Pak Eddy, sehingga terpikir lagi mengenai berdarah-darah dan menikmatinya sendiri saja. Kemudian saya berpikir dan bertanya, kenapa dengan menikmati berdarah-darah malah menjadi lebih maju, ya?

Ada dua alasan yang nampak:
Pertama, sesungguhnya hidup kita ini adalah kita sendiri, dan ditentukan oleh hubungan diri kita dengan HS atau soul kita. Kita bisa saja lari kesana-kemari, menjerit-jerit minta tolong dengan orang-orang di sekitar kita. Tetapi, jika hubungan kita dengan diri sendiri tidak kita bereskan, maka nantinya hanya akan berdarah-darah lagi (tidak lulus-lulus).

Sebab kedua adalah satu hal yang Murid Edhaka sadari ini: Dengan berdarah-darah dan kita melihat kedalam, maka sesungguhnya kita sedang belajar untuk mengandalkan diri kita sendiri. Kita jadi mau tidak mau membangun hubungan dan berkomunikasi dengan HS kita, sehingga akhirnya kelihatan pelajaran-pelajaran yang kita bisa petik, dan semuanya dari dalam diri kita sendiri. Bukan berarti HS kita senang ya melihat kita berdarah-darah: HS kita senang kalau kita senang. HS kita mau kita untuk belajar dan berkembang, tetapi mau kita nyaman dan bahagia juga. Kita hanya akan dibuat berdarah-darah sekali saja, dan makanya harus belajar dan diniatkan: Berdarah-darah dan belajarnya cukup sekali saja, begitu pelajarannya sudah dapat, maka sudah lulus! Kalau sudah lulus kuliah buat apa tes masuk SMP lagi?

Oleh karena itu, kita bersama-sama bersyukur yuk kepada soul kita, kepada Tuhan, kepada sang penyelenggara hidup kita. Sebab karena kita mensyukuri dan mencintaiNya, maka kita diberikan dan diselenggarakan yang terbaik. Asiiik. Terima kasih!

Monday, October 26, 2015

Konfiden

Hari ini saya iseng membuka FB dan melihat pos dari saudari Yuu mengenai sudah 2 tahun Bapak Eddy berpulang. Tidak terasa ya, dua tahun sudah cepat berlalu. Rasanya hanya seperti kemarin saja Mr Eddy tertawa dan memberikan energi hangat Beliau.. Semoga para pembaca masih senantiasa memeluk dan menjalankan sharing-sharing dan ajaran-ajaran dari Beliau ya!

Untuk hari ini, Murid Edhaka ini sharing sedikit saja mengenai percaya diri. Saya dulu sekali pernah bertanya kepada Beliau, bagaimana caranya kita bisa konfiden, atau percaya pada diri sendiri.

Jawaban Mr Eddy sederhana saja: "Casing kamu yang sekarang ini lucu deh, Mas Tommy. Kalau casing camu yang dulu, itu begini jawabnya: Kalau orang lain saja bisa percaya sama saya, masak saya ga percaya sama diri saya? Jadinya orang lain sudah gausah percaya sama saya aja, gitu?" 

Ya. Di saat saya kehilangan percaya diri, saya akan selalu mengingat kata-kata Mr. Eddy ini (yang konon katanya, kata-kata casing masa lampau saya juga). Artinya, alangkah baiknya jika saya tidak menyia-nyiakan kepercayaan orang lain, orang-orang di sekitar saya, orang-orang yang saya cintai, kepada diri saya dengan tidak mempercayai diri saya sendiri.

Jadi, tidak apa-apa, maju saja dengan konfiden, dengan pemahaman yang baik.

Salam Rahayu,

Sunday, September 20, 2015

Melepas Kuda

Melepas adalah menerima.

Hai para pembaca yang kuhormati, tulisan kali ini pendek dan singkat saja ya, sebab ini cuma merupakan sebuah kesimpulan/ilham singkat yang diperoleh minggu ini.

Kata-kata favorit Mr Eddy adalah belajar menjadi seorang sersan, serius tapi santai. Bukannya seorang komando yang apa-apa kerjaannya merintah terus! Pas ditanya kenapa, Beliau menjelaskan bahwa dengan santai dan sabar, semuanya menjadi enak, dan urusan malahan menjadi cepat beres ketimbang saat kita emosi dan buru-buru.

Ketika saya merenungi kata-kata Beliau, saya terilham.. Kita semua adalah trinitas suci yang terdiri dari mind, body, and Soul (Higher Self). Higher Self kita selalu berusaha yang terbaik untuk bersatu dengan mind dan body kita. Di saat ketiganya selaras, disitulah kita mencapai suatu titik yang dinamakan flow atau mengalir. Ketika tiga menjadi satu, kita didorong oleh kekuatan cinta kasih ilahi dan mampu berkarya dan menjadi luar biasa.

Saya akhirnya sadar, bahwa artinya santai, melepas, dan menerima adalah mengizinkan HS kita untuk bersatu dengan kita. Ketika kita santai dan menerima apa adanya (dan tentunya tetap menjalankan tugas kita sehari-hari dengan bersyukur dan tulus), maka HS kita diberikan sebuah otonomi atau kekuasaan untuk mengendalikan alur hidup kita. Tugas/kewajiban HS pun lebih mudah untuk dipenuhi, kitanya pun menjadi lebih beruntung dan lancar.

Sebab, HS kita tidak pernah menargetkan apapun. Beliau senantiasa mengizinkan kita mengatur sendiri: Apabila badan dan otak kita adalah kuda, HS kita adalah pengendaranya. Namun, sebagai seorang pengendara, HS kita membiarkan kuda tersebut jalan sesuai kemauannya. Tentu saja, sang pengendara ujung ujungnya tetap akan berusaha membimbing kuda tersebut ke jalan yang benar, tetapi bukannya tugas pengendara menjadi sangat lebih mudah jika kuda yang dikendarainya santai dan mengizinkan dirinya untuk diarahkan oleh sang HS? Ataukah kita adalah kuda yang liar, memberontak, dan meronta-ronta terhadap pengendara kita?

Sampai, sih akan sampai juga semuanya, pada akhirnya. Tetapi, kuda yang pintar tidak pakai banyak berdarah-darah atau nyasar segala.. Hehehe. Biarlah hamba ingat untuk menjadi seorang kuda yang lebih santai (tetapi harus tetap jalan maju terus ya.. kalau diam saja maka bukanlah seekor kuda yang berguna.)

Salam Rahayu,

Tuesday, September 1, 2015

Sayang Itu Bukan Cinta, Bukan Kasih

Halo lagi para pembaca yang terhormat.. Mohon maaf blog ini sudah seperti mengumpulkan sarang laba-laba.. Apakabar? Semoga semuanya fine, as always ya.. :)

Musim panas yang barusan berakhir ini, Murid Edhaka yang satu ini memang sempat galau mengenai masalah cinta. Jadinya tulisan kali ini sepertinya akan menyambung tulisan dari bulan Febuari lalu mengenai "Manusia Konsekuen". Kita langsung meluncur menuju pertanyaan utamanya saja ya, yang mestinya saya tanyakan pada Mr Eddy (sayangnya tidak sempat..)

Apakah arti dari cinta? Apakah yang dimaksud dengan mencintai?

Mungkin para pembaca bingung, kok tiba-tiba Murid Edhaka yang ini jadi galau? Bertanya apa arti cinta? Baiklah, dijelaskan. Pak Eddy memang pernah bilang ke saya untuk hati-hati: "Kasihan tidak sama dengan cinta." Sebab, kata Beliau, "Kasihan adalah naif dan napsu. Kalau kamu kasihan, pasti ada maunya, kan? Kalau kamu cinta itu tanpa syarat."

Beliaupun melanjutkan.. "Kalau kamu kasihan itu kayak orang tua yang terlalu sayang sama anaknya. Jadi, kalau kamu teralu sayang, nanti anaknya jatuh. Kayak teralu dimanjain begitu, overkasihan, eh malah jadi ngelunjak. Jadi gini, kamu kan niatannya berbuat baik, tapi kalau kamu terlalu baik sama dia, terus dia jadi ga bisa jalan atau lumpuh gara2 kamu tolongin terus, kan jadi ga bagus?"

Setelah saya diputuskan oleh sang pacar, (dan tahu, apapun yang terjadi nantinya sekarang harus saya lepaskan dulu) saya melihat kembali hubungan saya dengannya. Di saat itu saya menjadi ngeh, bahwa bukan saja dengannya, tetapi dengan kekasih-kekasih sebelumnya, hubungan tersebut memang dimulai dengan rasa kasihan atau simpati, dan tentu saja melibatkan nafsu. Walaupun saya harus paham bahwa yang namanya manusia lahiriah, memiliki jasad dan jasmani, tentu saja tidak akan terlepas dari emosi dan nafsu, bukan berarti kita tidak belajar untuk memahami dan "berdamai" dengan emosi dan nafsu kita.

Ketika saya akhirnya tahu bahwa mantan saya sudah mencintai (dan dicintai) oleh lelaki lain, awalnya saya sangat cemburu dan marah. Sama juga seperti hal-hal kecil yang meretakkan hubungan saya dengannya: Saya memiliki ekspektasi kepadanya, saya berharap kalau ia bersyukur atas hal-hal yang saya telah perbuat untuknya, untuk hal-hal yang telah saya korbankan deminya. Kata Pak Eddy, "You are sacrificing the value of sacrifice when you bring up your sacrifice".

Dan sungguh betul kata-kata Beliau tersebut. Kalau saya sungguh-sungguh mencintainya, maka saya akan melepasnya. Saya tidak akan berharap apapun darinya, saya akan ikhlas. Bahkan tidak apa bila dirinya tidak mencintai saya kembali. Tidak apa bila dirinya menemukan kekasih yang lebih baik daripada saya. Sebab, bila saya mencintainya, kebahagiaannya adalah kebahagiaan saya. Kalau ia memang hak hamba, di masa depan pasti masih ada jalan kembali. Kalau bukan, tetapi pada akhirnya kita sama-sama berbahagia di jalan yang berbeda, maka tidak apa-apa, bukan?


Para pembaca yang kucintai dan kuhormati, tulisan kali ini memang lebih untuk Murid Edhaka yang ini, yang tengah menyembuhkan hatinya yang terluka. Semoga dengan setiap tetesan air mata dan darah Murid Edhaka yang satu ini menjadi lebih dewasa, dan lebih paham arti dari cinta.

Jadi, apakah arti cinta itu? Mungkin sudah dibahas di blogpost berjudul wanita, ya.. Tetapi setelah melalui ini hamba menjadi lebih paham mengenai tulisan tersebut. Inilah jenaka daripada sandiwara dunia, bahwa sesungguhnya semua jawaban dari pertanyaan-pertanyaan kita ada di depan mata kita, tetapi kita masih belum paham sehingga jawaban tersebut luput dari diri kita. 

Baiklah, kata Mr Eddy, cinta adalah semangat yang tidak bisa dipatahkan. Sekarang, saya akan niatkan untuk bersemangat dalam kehidupan, dalam mengenapkan diri saya sendiri. Sehingga suatu hari nanti, saya akan menemukan seseorang yang saya layak untuk share kelengkapan saya ini. Sebab, salah satu hal yang paling penting setelah kita lepas dari rahim ibu kita dan sebelum kita masuk kembali ke lubang kuburan kita adalah mencari seorang jiwa untuk kita bagikan kegenapan kita ini. Untuk kita berjalan bersama, saling paham, saling mendukung, sampai terwujud potensi kita yang tidak terhingga yang diberikan oleh sang Tuhan yang bersemanyam di dalam jasmani kita.


Ah dan, terimakasih kepada pembaca yang setia. Murid Edhaka ini bersyukur untuk menemukan sahabat di dalam diri kalian.

Salam Rahayu,

Sunday, June 14, 2015

Berteori

Hai lagi para pembaca yang terkasih dan terhormat :)

Kali ini memang bukan secara langsung ajaran dari Mr Eddy, tetapi merupakan sebuah rangkuman/makalah yang hamba kumpulkan dari berbagai sumber, dan melekat menjadi sebuah teori panduan hidup. Segala macam masukan diterima dengan baik, jadi silahkan reach out ya!

Menurut hamba pribadi teori ini sangatlah sederhana saja, kalau komplikasinya silahkan direnungkan sendiri ya ^^

Saya terilham bahwa kehidupan ini setidaknya terdiri dari empat tingkatan (levels):
Level 0: Sinetron. Dimana ketika kita hidup dengan kasat mata saja, tanpa kesadaran. Terikat dan melekat kepada drama-drama kehidupan sehari-hari, dan malahan menimbulkan karma.

Level 1: Adalah Penciptaan atau Manifestasi. Di tingkatan ini, sang orang berubah menjadi calon manusia, mulai bisa membedakan sinetron dan narasi di belakangnya. Calon manusia tersebut juga mendapat anugerah penciptaan/materialisasi, baik di alam lahir(materi) maupun alam batin(implisit), baik bagi dirinya (awalnya) maupun bagi orang lain (akhirnya). Proses penciptaan ini juga merupakan bagian dari "tugas" yang harus dijalankan, dan caranya bermacam-macam, dari hidup sehari-hari (tetapi sadar) sampai memakai mantra, visualisasi, doa, afirmasi, dan sebagainya.

Level 2: Adalah Penerimaan atau Acceptance. Di tingkatan ini, kesadaran itu membuat seorang calon manusia menjadi manusia sejati, dimana terjadi penerimaan apa adanya dan kepasrahan yang sesuai dan pada tempatnya. Sejalan dengan waktu, manusia tersebut mampu menerima apa adanya: penerimaan adalah bersyukur, senyum dan memberi (makanya ada yang bilang menerima adalah memberi.. hahaha) dan disini terdapat kenyamanan. Sang manusia bebas dari kemelekatan terhadap hasil dari penciptaannya di level 1 berkat kesadarannya, dan mampu menerima dan mencintai apa adanya.

Level 3: Adalah Kebersatuan. Ketika sang manusia mencapai tahap menerima apa adanya, dan menyadari nature-nya yang sesungguhnya (bahwa keTuhanan sesungguhnya ada di dalam dirinya, dan dengan begitu, maka sesungguhnya ia adalah Tuhan) serta mencapai kepasrahan dengan ikhlas, maka di saat ini adalah saat yang terdekat baginya untuk tidak dilahirkan kembali di dunia ini. (Sebab dia sudah paham, sudah lulus kuliah, ya kalau disuruh sekolah lagi kan tidak pantas..) Disinilah terdapat manunggaling kawula gusti, dimana ego bersatu dengan kebaikan, tidak ada lagi putih dan hitam, baik dan jahat..

Adapun rumus-rumus matematika sebagai berikut:
- 0 + 0 = 0. Apabila kita membulat, terikat dengan sinetron dan drama, maka kita hanya akan berputar disitu saja dan tidak habis-habis karma kita. Maka lingkaran tersebut biarlah dipatahkan dengan kesadaran dan kebijaksanaan..
- 2 = 1 + 1. Penerimaan itu terdiri dari penciptaan-penciptaan. Ketika seorang calon manusia sudah rajin mencipta dan sukses, dan ia rajin merenung, maka ia akan sadar kalau materi (fisik) sesungguhnya ialah hampa, maka ia akan melepas dan menerima. Dengan belajar melepas dan menerima, hal-hal materi malah akan melekat juga; jadi sesungguhnya dengan belajar menciptakan kita belajar untuk menerima (hasil ciptaan kita), dan dengan menerima kita membantu proses penciptaan kita. Harmonis, terdiri dari satu sama lain. Dan tidak bisa dilongkap-longkapi.
- 1 + 2 = 3. Untuk mencapai kebersatuan, atau manunggaling kawula gusti, tidak hanya menerima atau pasrah saja, tetapi juga harus menuntaskan tugas/kewajiban kita di dunia ini. Bagaimana cara menuntaskannya? Yaitu dengan melakukan penciptaan bagi diri kita dan orang lain. Berkarya. Apabila sudah tuntas tugas kita, sudah habis karma kita dan malah membawa darma, serta dilakukan dengan tulus dan ikhlas, maka menjadilah hak kita (apabila disertai kepasrahan) untuk mencapai kebersatuan/kemanunggalan. Oleh sebab itu pentingnya untuk menciptakan, menjalankan tugas sehari-hari, untuk membuat hidup kita nyaman, sebab disitu terdapat realita yang jauh lebih berharga daripada teori yang tidak dipraktekkan.

Kemudian, terdapat juga implikasi dari dinamika kehidupan yang berarti kita bisa hidup dan berpindah-pindah dari satu tingkatan ke tingkatan lainnya. Banyak sekali yang saya hormati sering berpura-pura hidup sebagai level 0, supaya dapat diterima oleh orang-orang disekitarnya, supaya bisa membantu orang-orang tersebut. (sebab kalau tidak diterima maka diberi bantuan pun akan ditolak..) Padahal sesungguhnya sudah mampu mempertahankan kebersatuan alias sudah hidup di level 3. Selain itu nampaknya juga masih banyak tingkatan-tingkatan selanjutnya, atau juga tingkatan diantara tingkatan (masih dapat diperulas/diperdetil lagi). Tapi hak ilmu hamba sampai segini dulu saja ya :) semoga berguna dan bermanfaat!

Salam Rahayu,

Tuesday, May 26, 2015

Kopi Darat

Salam rahayu, para pembaca yang terkasih..

Pertama-tama ingin bersyukur dulu karena hari Sabtu lalu Murid Edhaka ini ikutan KKAS, mendengar sharing Kak Wisnu dan Kak Anne, serta belajar banyak dari kakak-kakak seperguruan lainnya. Terimakasih :) Kenapa kopi darat? Soalnya ceritanya kan soulnya sudah berjumpa dulu, baru dipertemukan secara lahir/casing melalui KKAS. Waduh, bersyukur sekali warisan Mr Eddy masih hidup sampai sekarang, dan para muridnya masih tetap saling mendukung dan memberi energi positif. Terimakasih lagi :)

Untuk afirmasi seberapa pentingnya saling share (yang banyak terjadi di KKAS kemarin), kata-kata Mr Eddy adalah: "Sharing dalam keadaan interaktif sosial itu sangat unique sekali. Sebab dengan sering-sering sharing-sharing begini, kesadaran kita makin bertambah. Dan hanyalah kesadaran kita itu yang mampu membuat kita benar-benar bahagia."

Waktu itu Beliau sedang membahas materi di KKAS juga, makanya tidak heran ya Beliau selalu minta setiap anggota untuk share setiap selesai meditasi. Saya juga pernah diajarkan, kalau katanya kita share, dan memberi nasihat kepada orang lain, sesungguhnya nasihat/saran yang kita keluarkan adalah cerminan dari nasihat/pesan-pesan yang kita sedang perlukan. Waah.. Gak akan saya pelit sharing lagi deh.. hahaha. Tapi, mohon diingat indah pada waktunya juga ya, hehe.

Selain itu, sharing-sharing kakak-kakak dari KKAS mengingatkan saya terhadap nasihat Mr Eddy tentang sikap manusia moderen:
1. Manusia moderen itu selalu "Fine as always." Kata Beliau: "Jadi seseorang harus berani, coba challenge aja konsekuensinya. Any problem is a prospect. If we see a problem as a burden, we are the loser! Say to yourself: “No problem at all, I am aware! I am the risk taker, I am a challenger!” Percuma kan, kalau kita diciptakan Tuhan sebagai wakil Beliau yang paling hebat, tetapi ga mau tahu dan ga mau sadar, malah takut-takut. If you realize how powerful your mind is, lo ga bakal ngomong (atau bahkan berpikir) sembarangan lagi. Tenang aja, though. Alam semesta selalu empower, initiate, and privilege. The point is: Be yourself and everything will be fine. Don’t jump to conclusions. No judgement. Ga usah muluk2. Suruh pikiran: eh lu pikiran, diem aja! Tidak perlu berpikir teralu banyak."

Seperti yang di-share oleh Mas Wisnu yang selalu kembali ke prinsip pribadinya disaat menemukan rintangan, atau seperti Kak Anne dan kakak-kakak yang lainnya yang selalu go with the flow dan PeDe saat ada hambatan, dan meyakini kalau HS akan membukakan jalan. Karena, seperti yang sudah di share juga, kalau kita takut, atau kejepit dan memaksa, malah jadi tidak tepat, dan hasilnya tidak akan berbuah. Kalau saya pribadi dulu sering merasa kurang faith, saran Mr Eddy cuma mindsetnya saja dirubah, "tinggal percaya saja, gampang kan?". Maka murid Edhaka ini sekarang berusaha tersenyum, bersyukur, dan mewujudkan saja... hehehe

2. Manusia moderen itu ingat untuk membuat nyaman, dan menikmati hidup. Ini kata-kata Mr Eddy: "Ketika Anda sadar, Anda akan mampu menikmati yang tidak enak sekalipun, dan merubah yang tidak enak menjadi enak, dan yang enak menjadi enak sekali. Suatu hari, ketika itu terjadi, Anda baru bisa merasakan hidup yang sesungguhnya. Anda hanya perlu split second untuk merubahnya.Yang penting, yang pokok, adalah pendewasaan dimensi dan pematangan jiwa kita. When there is maturity, there is no problem at all. There is so many problem but I don’t see it at all. Kita sendirilah yang berkewajiban untuk menyempurnakan kesadaran kita, inilah yang kita panggil kewajiban asasi manusia. Mind kita itu manual, namun soul kita itu automatic. Pet pet pet dan besss, terjadilah kehendak soul (HS) mu itu. Kesadaran mampu menyempurnakan kehidupan, dan kesadaran adalah segala-galanya."

Kak Anne banyak sekali berdisuksi mengenai kenyamanan (dengan contohnya yang merubah rambut panjang menjadi rambut pendek ya.. hehehe) Alangkah indahnya hidup jika kita berani membuat segala sesuatu menjadi nyaman. Hal yang tidak enak kita rubah menjadi yang enak, dan yang enak kita jadikan enak sekali. Kalau boleh saya terjemahkan sedikit, kata kuncinya adalah sadar, atau kesadaran. Sebab, dengan sadar, kita ingat, di dalam keadaan apapun, walau bagaimanapun, dengan siapapun, dan kapanpun, kita selalu punya pilihan dan kita adalah bebas sebebas-bebasnya. Kita punya kekuatan, kemampuan, dan kapabilitas untuk merubah hidup kita dan membuatnya lebih nyaman. Mulai saja dari hal-hal kecil, kalau Kak Anne rambutnya, saya mungkin merubah pakaian yang saya pakai, biar agak longgar-longgar sedikit yang penting nyaman ya.. hehehe. Saya percaya, ketika kita membuat dunia kita lebih nyaman, kita lebih bahagia, dan dunia orang yang di sekitarpun akan terasa lebih nyaman. Kalau setiap orang berpikiran dan melakukan hal yang sama, jadi surga deh. hehehehe. Asal nyamannya tidak membuat orang lain merasa nggak nyaman ya.. hahaha..

Oh juga, dengan kesadaran, kita jadi sadar kalau masalah itu sebenarnya hanyalah ilusi yang kita ciptakan (atau diciptakan oleh masyarakat, supaya ada yang namanya sinetron). Tapi biasanya saya suka lupa aja. Ketika melupakannya, masalah itu nampak banyak sebanyak-banyaknya, besar sebesar-besarnya, tidak habis-habis. Tetapi, dengan mengingatnya, segunung masalah pun sirna, dan meminjam kata-kata Mr Eddy lagi, dari gudang masalah, kita mampu untuk berubah menjadi pemberi solusi masalah.

Berteka-teki yuk, saya menulis "melupakannya" dan "mengingatnya", "nya" dalam kalimat tersebut merujuk kepada hal apa ya? Hehehe...

Sekian, terimakasih! Semoga KKAS boleh berlangsung terus ya.. Terimakasih kepada panitia yang sudah bekerja keras dan para peserta-peserta yang sudah datang dan sharing.. :)

Salam Rahayu,

Tuesday, April 28, 2015

Narsis

Haii para pembaca yang kuhormati dan kucintai,

Ini mungkin kesannya memang kurang baik, tetapi mau bergosip sedikit tidak? Pak Eddy pernah cerita lho, ke saya, apa "kelemahan" Beliau. Penasaran?

Kata Beliau, kelemahan terbesarnya adalah "narsis". Kata Pak Eddy, para malaikat pun terkadang sampai geleng-geleng kepala sendiri melihat betapa narsisnya Mr Eddy. Tetapi Beliau kemudian menjelaskan sambil tersenyum manis kalau sebuah "kelemahan" itu memang diperlukan di kehidupan kita ini. Toh namanya juga manusia, bukan dewa, kan. Pura-pura lemah aja gitu, pura-pura salah, yang penting terkendali dengan baik. Jangan kebablasan! Begitulah kira-kira yang diutarakan Mr Eddy.

Mr Eddy pun menjelaskan mengenai narsis:
"Narsis itu mencintai diri sendiri. Karena ini ciptaan Tuhan. Kalau Aku mencintai Tuhan itu melalui mencintai diri sendiri, mencintai ciptaannya. Setelah aku mencintai diri sendiri, aku layak dicintai dan mencintai.  Aku mencintai diriku sendiri karena aku adalah ciptaanNya. Baru bisa aku dicintai, mencintai, dan sehingga akhirnya saling mutual.

Mencintai diri sendiri itu di keep to yourself saja, tidak perlu di-expose kepada siapapun. Santai saja men. Kemudian, proses itu adalah sebuah proses yang sangat sederhana. Misalnya, bisa dicoba saat kamu mandi. Tubuh itu terdiri dari 7 lapis: Rambut, kulit, daging, urat-syaraf, darah, tulang, dan sumsum. Coba saja, ga ada satu bagian. Semuanya pasti berantakan. Kalau komplit tujuh-tujuhnya, bisa diseret kemana-mana. Siapa yang seret? Otak. Nah, terus waktu kamu mandi, disebut: “Aku terimakasih, kamu sudah mau aku ajak kemana-mana.. sudah rela aku seret-seret.. aku juga mohon maaf, kayaknya ga pernah kasihan sama kamu. Setelah aku sadar, aku jadi ilfeel deh.”

“yuk, mari, kita mandi bareng biar segar. Pakai sabun yang wangi..”

Itulah mencintai diri. Kamu kembangkan sendiri, apa yang perlu lagi. Petunjuk: Aktifitas-aktifitas yang diperlukan untuk pemeliharaan badanmu terlebih lanjut seperti makan, tidur, dan sebagainya. Sadarilah bahwa kamu melakukan semua itu, meluangkan waktu yang berharga itu, tidak lain untuk dirimu.."

Hihihi. Ternyata narsis pun dalam juga ya hikmahnya. Semenjak diajari ini oleh Mr Eddy, murid Edhaka ini tidak pernah mandi tanpa mendoakan badanku ini. Doa ini juga baik supaya kita bisa mandi dengan lebih mindful. Sebab, kata Mr Eddy, tubuhmu adalah buku tertua yang ditulis oleh Tuhan sendiri, tubuhmu adalah cangkang superior yang memiliki energi dan potensi yang dasyhat sekali. Masa kita ngga jaga baik-baik? Tapi yah, kalau boleh jujur, murid Edhaka ini juga sering lupa menjaga baik-baik dirinya, hampir tiap hari diseret-seret, kurang olahraga, tidur ga teratur, makan ga sehat, dsb dll hahaha. Yaah... Jadi kepingin menjadi narsis juga ya rasanya..

Selain itu, saya pernah menulis soal naikan (terapi melihat kedalam) di blog post saya yang sebelumnya. Ternyata, terapi naikan itu juga bisa, dan baik untuk kita aplikasikan ke anggota tubuh kita. Misalnya, kita fokus ke satu bagian, kaki: Oh kaki, apakah hal baik yang pernah engkau perbuat untuk saya, apakah saya pernah merepotkan engkau, dan apakah hal baik yang pernah saya perbuat untuk engkau. Menjawabnya sederhana saja: Kaki, saya bersyukur karena engkau selalu membawa saya kemana-mana dan memberikan saya kebebasan. Saya mohon maaf karena waktu itu saya bawa kamu jalan-jalan di Kyoto dan Nara, sampai pegel-pegel pun masih saya seret-seret. Saya akan jaga kamu baik-baik, dan beli sepatu yang alasnya nyaman untuk kamu. Saya mencintaimu, kaki.

Kalau kata Rhonda Byrne, pengarang the Secret, setiap kali kita bersyukur akan sesuatu, kita akan mendapatkan berlipat ganda. Itulah kekuatan pikiran, apapun yang kita pikirkan maka kita akan dapatkan. Jadinya, dengan kita belajar menjadi narsis, belajar mencintai diri kita sendiri, belajar mensyukuri kesehatan kita, ternyata kita akan diberi kesehatan dan kemudaan (forever young and fit) yang semua orang dambakan. Hehehe. Kalau pabrik obat bangkrut jangan salahin murid Edhaka ini ya hehehe.

Wah Mr Eddy, punya kelemahan kok malah yang bisa buat ngajarin para murid-murid ya? Hehehe.

Salam Rahayu,

Sunday, March 29, 2015

Kekuatan Pikiran

Para pembaca yang terhormat,

Hari ini pendek aja kali ya, hehehe. Soalnya cuma cerita pengalaman peribadi saja (sekalian nyolong-nyolong curhat, gitu.. hehehe). Kata mutiara hari ini dua kata saja yah: Kekuatan pikiran.

Kata Pak Eddy, begitu kita sadar akan seberapa kuatnya pikiran kita ini, kita ngga akan ngomong sembarangan, bahkan ga akan berani mikir sembarangan lagi. Seperti biasa, pada saat Beliau bersabda, murid Edhaka yang ini merasa mengerti. Ternyata tidak juga, karena begitu dijalani kehidupan ini barulah murid Edhaka ini perlahan meresapi hikmah daripada kekuatan pikiran.

Kita semua diciptakan dengan kemampuan untuk merubah realitas dan untuk menciptakan. Terkadang pikiran itu memang bukan milik kita, tetapi intuisiku adalah kita harus belajar memilikinya, dan bertanggung jawab atas pikiran tersebut. Karena kalau tidak, bisa gawat jadinya. Ambil contoh, waktu saya berantem sama pacar saya, pikiran negatif yang saya akumulasikan terhadap dia sungguh kelewat parah, sampai sampai akhirnya kita harus mengakhiri hubungan kita ini.

Tetapi, di dalam kegelapan tersebut, arah sebaliknya juga sama kuatnya. Perlahan-lahan saya berdoa, meminta kesempatan untuk meminta maaf dan memperbaiki persahabatan kita. Di hari terakhir kita berjumpa, sebelum dia balik ke Amerika, dia bilang dia ingin makan sushi. Saya pelan-pelan berdoa ke HS (Higher Self) saya: "Tolong bantuin dong, HS, carikan tempat makan sushi yang enak, yang nyaman supaya kita bisa ngobrol dengan santai dan baik-baik." Saat itu tengah turun hujan, dan kita sedang mengeksplorasi kota baru. Saya sudah hendak menyerah saja, sebab tidak lama lagi, dia harus naik kereta untuk kembali ke bandara.

Saat saya menyerah dan memutuskan untuk berjalan kembali ke hotel, tiba-tiba muncul sebuah restoran sushi. Saya berbelok dan mengajaknya untuk makan disana. Saya bersyukur, sebab semuanya berjalan dengan lancar; kita duduk dan menikmati makanan serta percakapan kita disana. Dia pun mampu mengutarakan semua kekesalan dan kekecewaannya terhadap saya, sehingga akhirnya saya mampu meminta maaf dengan tulus, dan berpisah dengan baik-baik.

Sejak saat itu saya tidak berani lagi meremehkan kekuatan pikiran ini. Saya berusaha untuk rajin-rajin menangkap pikiran yang kurang baik, dan memohon ampun kepada HS saya. Mohon ampun, tolong pikiran yang tadi jangan dijadiin, kasian kalau jadi beneran.. hahaha. Memang seram, tetapi indah, kekuatan pikiran kita (:

Salam rahayu,


Wednesday, March 11, 2015

Tanya Jawab

Bertanyalah, maka engkau akan mendapat jawabannya. Kecuali ya sudah paham, itu bertanya pada diri sendiri saja, udah langsung dapet kok jawabannya. Kan udah tau, lebih kayak mengulang atau diingatkan ya.. hehe.

Terakhir kali bertemu Mr Eddy, sebelum Mr Eddy berpulang, saya menanyakan Beliau sebuah pertanyaan, dan jawaban Beliau indah sekali makanya saya ingin share. Semoga bermanfaat :)

---
Murid Edhaka: Jadi kita mampu menciptakan semuanya sendiri. Tetapi kadang saya juga belajar untuk terima apa adanya. Jadi apakah kita harus berusaha menerima atau merubah sesuatu?

Pak Eddy: Oh tentunya, sesuatu hal yang tidak nyaman, tidak enak, kita pengen merubah menjadi lebih enak.. tetapi sikap hidup kita, at the first, kita terima dulu. Jangan kita ga terima dulu. Itu maksudnya untuk mendidik body and mind kita, seperti karakter soul kita. Karena karakter soul kita, dikasih Tuhan: "Nih, elo pake body yang jelek ya?"

"Haaahh.. kok gitu sih, Tuhan..?" (Tidak, HS kita tidak akan pernah ngomong gitu). Sebaliknya, dia bakal bilang: “Siap bos, laksanakan!” (sambil pake gaya hormat ala militer). "Wahh gue cakepnya kayak gini, casing gue jelek banget.. tenang, aku akan ciptakan macem macem, aku jadi orang terkenal, aku jadi hebat, cewe cewe cantik pada dateng.. terimakasih Tuhan.. segala kejelekan yang aku terima ini sempurna Tuhan.. "

Tuhan: Syukurlah kalau kamu mengerti kesempurnaan. Justru aku ciptakan kamu dengan kekurangan supaya kamu bisa sempurna..
---

Siap, Mr Eddy! Laksanakan! Semoga kekurangan-kekurangan ini mampu membuat kesempurnaan kita menjadi lebih sempurna.

Hehehe.

Salam Rahayu,

Tuesday, February 24, 2015

Manusia Konsekuen

Salah satu privilege saya untuk pernah bertemu Mr Eddy adalah Beliau senantiasa memberi murid-muridnya nasihat untuk kehidupan. Lucunya, pas kita mendengar nasihat Beliau, kita benar-benar merasa: "Yaa, tidak masalah, pasti saya bisa jalani.. Makasih ya Pak, atas nasehatnya.. Saya mengerti kok, paham betul kok, maksud Bapak."

Kemudian, ketika kita menjalani kehidupan ini, kemudian kena batu sandungan, kita mengerang-erang terluka. Kita lupa akan pengertian dari nasihat Beliau. Kita lupa akan nasihat Beliau, sama sekali. Kita mengeluh, kita marah-marah, kita menderita. Mengapa kita? Kemudian sang Semesta akan membawa diri kita untuk mengingat ajaran Beliau.

"Oh iya ya, dulu kan Pak Eddy pernah bilang begitu. Aduuh, pas dilihat keadaanku yang sekarang, kok rasanya nancep banget ya? Pas banget. Sakit memang, tapi ini adalah kesempatan emas untuk menjalankan nasihat Beliau." Dan ketika kita benar-benar bisa meresapi dan menjalankan nasihat beliau, barulah kita benar-benar mengerti, paham dan mampu memaknai nasihat Beliau secara luar-dalam.

Sadis, memang. Berarti, untuk setiap nasihat, atau teori, kemungkinan besar (atau pasti), akan ada sebuah life event untuk menginisiasi kita dan memastikan kita benar-benar mengerti akan life lesson tersebut. Kalau tidak, ya kita tidak akan mengerti-mengerti. Hehehe. Apakah berarti setiap kesulitan hidup harus kita terima sebagai kesempatan untuk mematangkan persepsi kita dan menerapkan ajaran Mr Eddy? Lah, kok kita malah harus senang ya, malah harus bilang.. asyikkk... saat diberi kesulitan dan ujian oleh sang Semesta, ya? Hahaha. Makanya kita terlihat gila di depan mata orang awam. Tidak rasional. Sebab kita tidak takut sakit. Kita tidak takut sengsara sebentar, yang kita mampu nikmati, untuk bahagia selama-lamanya.. hehehe

Murid Edhaka ini kasih contoh ya:

Mr Eddy selalu berkali-kali bilang, berkali-kali menegaskan: Menjadi manusia itu harus menjadi seorang manusia yang konsekuen:

"Padahal kan gue udah milih yang enak tom, elo milih yang ga enak. Tapi kenapa elo lebih canggih daripada gue? Gue milih yang enak lambat gue. Elo cepet smartnya. Kasi tau gue tom kenapa? Mmmmm.. kalo gue sih filosofinya beda ama lo.. kalo lo kan maunya enak sebentar. Enak sebentar, enak sebentar untuk sengsara selamanya.. kalo gue sengsara aja sebentar, gue nikmati. Abis itu.. ya enak selamanya.. hahaha gue ikut lo aja deh. Enakan gitu. Kenapa dari dulu aja ya gue ikut? Karena dulu perasaan gue bener.. lo juga bener.. gue juga bener.. kalo lo salah, gue juga salah.. my friend, masalahnya bukan salah atau benar, tapi masalahnya lo konsekuen apa ngga. Kalo elo konsekuen ya gaada masalah.. masalah mulai muncul karena kita tidak konsekuen. Karena masalah itu kita ciptakan. Kalo kita konsekuen tidak ada masalah juga. Begitu kita ga konsekuen, nah loo.. berhadapan sama kreasimu sendiri.."

Jadi, saya beranggapan kalau saya adalah seorang manusia yang konsekuen. Ya, saya berani saja, apapun yang terjadi, saya tanggung resikonya. Lah, begitu putus cinta (diputuskan.. hehehe). Kok langsung sedih, langsung kecewa, langsung pesimis, langsung marah-marah? Kalau konsekuen kan berati sudah siap menanggung resikonya. Pas lagi mulai menjalani cinta, kalau konsekuen, berarti sudah siap untuk suatu hari apabila cintanya harus putus.

Memang tidak gampang sih, untuk langsung terima apa adanya begitu saja, dan menanggung resiko dan berhadapan dengan hasil kreasiku sendiri. Namanya juga masih hidup di dunia ini ya, masih ada keterbatasan casing. Tetapi, kesadaran adalah kunci. Begitu saya sadar saya harus menjadi konsekuen, saya langsung berusaha terima. Hehehe. Dari situ ya sengsara dan rasa luka ini saya coba nikmati, dan itu bukan namanya proses penyembuhan ya? Dengan kita refleksikan, dengan kita menyadari, semoga kita menjadi lebih baik.. Dan ketika hal itu terjadi, semoga ini sengsaranya bener-bener sebentar doang ya, terus enak selama-lamanya. Amin! hehehe

Salam rahayu,

Thursday, February 19, 2015

Perjalanan di Negeri Sakura

Hai lagi para pembaca yang kuhormati dan kucintai.. hehe. Apakabar semua? Mohon dimaafkan ya kalau updatenya agak jarang dan telat.. Akhir-akhir ini lagi berasa sedikit menurun, sampai sempat berantem sama pacar segala (ceritanya nanti mungkin dibahas kapan-kapan.. hehehe), tapi syukurlah bisa menemukan titik tumpu untuk berjalan terus lagi. :)

Tidak ada yang namanya kebetulan. Segala sesuatu sudah dikehendaki dan diselenggarakan oleh sang Higher Self kita. Hal inilah yang membuat saya rajin bertanya: "Mengapa saya dikirim ke Jepang, ya?"

Mungkin, jawabannya adalah untuk belajar hidup, dan belajar santai. Kehidupan saya sebagai mahasiswa di Jepang memang jauh lebih senggang dibanding kehidupan saya sebagai mahasiswa di Amerika. Saking santainya, saya sampai terkadang merasa sedih dan panik, apakah saya sedang membuang-buang waktu saya? Tentu saja tidak! Lebih tepatnya, saya terlalu sibuk dan ketagihan mengikuti stress saya ketika saya belajar di Amerika, dan ketika ada saatnya untuk bersantai malah merasa stress karena terlalu santai. Saya lupa bagaimana caranya hidup tanpa stress. Nah loh? Mungkin memang demikianlah watak orang ya; ketika terlalu sibuk memohon-mohon waktu senggang, ketika diberi waktu senggang malah mencari-cari kesibukan. Kapan mau bahagia? Hehehe.

Saya bersyukur karena semester ini di Jepang saya berkesempatan untuk mengambil sebuah kelas spiritualitas. Hari ini, kami belajar mengenai psikoterapi Jepang: Nankai. Nankai memiliki arti melihat kedalam, dan metode psikoterapi ini memang terinspirasi oleh Buddhisme Zen yang populer di Jepang. Partisipan Nankai dituntut untuk merefleksikan pengalaman mereka secara objektif, dan mereka ulang hal-hal yang terjadi. Fakta, bukan opini maupun perasaan.

Partisipan diberi tiga pertanyaan:
1) Apa yang telah kamu terima (dari seseorang itu)
2) Apa yang telah kamu berikan (untuk seseorang itu)
3) Kesulitan apakah yang telah kamu perbuat (terhadap seseorang itu)

Biasanya, partisipan akan memulai tahap-tahap refleksi ini dari ibu, kemudian menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut mengenai ayah, kakak, adik, kekasih, keluarga, dan seterusnya. Dengan menjawab secara jujur dan objektif, partisipan Nankai dituntut untuk melepas lensa mereka. Partisipan Nankai harus belajar untuk melihat tidak dari satu arah saja, melainkan dari dua arah. Biasanya kita hanya memikirkan apa yang kita harap kita terima dari seseorang, tetapi kita jarang mensyukuri apa yang telah kita terima. Kita juga kerap mengingat kesulitan yang diperbuat oleh orang lain terhadap kita, tetapi kita dengan mudahnya melupakan kesulitan yang kita berikan kepada orang lain. Dengan mempertimbangkan hal-hal ini dari dua arah, partisipan akan sadar atas ketergantungan yang menyokong kehidupan mereka, dan dari tahap itu, rasa syukur dan kasih akan muncul.

Terapi Naikan ini diibaratkan dengan membersihkan lensa kita, yang kita pakai untuk melihat dunia. Kenapa lensa ini harus dibersihkan? Sebab kalau lensa kita kotor, pemandangan yang paling indah pun akan terlihat keruh di mata kita. Jadi teringat kata Mr Eddy:

"Yang penting, yang pokok, adalah pendewasaan dimensi dan pematangan jiwa kita. When there is maturity, there is no problem at all. There is so many problem but I don’t see it at all. Kita sendirilah yang berkewajiban untuk menyempurnakan kesadaran kita, inilah yang kita panggil kewajiban asasi manusia."

Saya rasa, bagian daripada menyempurnakan kesadaran kita adalah membersihkan lensa kita. Mengubah cara pandang kita terhadap hidup dan kehidupan. Jika kita bisa melakukan itu, maka kita akan menjadi sadar. Ketika kita sadar, maka:

"Anda akan mampu menikmati yang tidak enak sekalipun, dan merubah yang tidak enak menjadi enak, dan yang enak menjadi enak sekali. Suatu hari, ketika itu terjadi, Anda baru bisa merasakan hidup yang sesungguhnya. Anda hanya perlu split second untuk merubahnya."

Ada berbagai cara untuk untuk menjadi sadar. Nankai, membersihkan lensa, dan mengenal jati diri sendiri tentu hanyalah sebagian cara dari puluhan cara-cara lainnya. Tetapi, saya percaya, selama kita meniatkan hal tersebut, dan tidak lupa untuk belajar mengenal diri sendiri secara lebih dalam, maka kita tidak akan pernah jauh dari kebahagiaan. Ya, kebahagiaan yang hanya perlu sekejap mata saja untuk dimanifestasikan.

Para pembaca yang terhormat, selamat merasakan hidup yang sesungguhnya!

Salam rahayu,


Thursday, January 15, 2015

Mobil

Hari ini saya baru saja ke Pasar Raya Grande punya Kafe Batik. Di tempat itulah saya terakhir kali berjumpa dengan Mr Eddy, sebelum beliau berpulang pada September 2013. Yang saya pesan pun masih sama aja, nasi goreng rempah dan teh poci. Sambil saya makan, saya minum, dan saya nikmati, saya berdoa kepada Mr Eddy, bersyukur, dan pamitan (sebab besok mau memulai semester baru di Jepang..) Rasanya masih kelihatan saja senyum manisnya beliau, masih tercium saja asap rokok beliau.. hehehe. Yah memang tidak boleh live in the past, sih.. Kalau nyetir kan ngeliatnya kedepan, bukan kebelakang.. Tapi ya namanya kangen sekali-kali boleh dong Pak.. hehehe..

Jadi saya sambil makan, sambil minum, juga sambil dengerin rekaman suara Mr Eddy. Jadi teringat kembali, saya pernah nanya, siapakah saya, siapakah Aku? Kata Mr Eddy: Saya adalah mind and body, sebuah vehicle (kendaraan) yang dipinjamkan oleh Tuhan kepada Aku. Aku adalah soul, otoritas dan kehendak Tuhan, yang diberi kuasa (dan resources) untuk mengekspresikan kehendakNya..

Pas saya naik ke mobil, menyetir, dan bermacet-macet ria, saya jadi tersadar. Oh iya, mind dan body saya itu seperti mobil ini ya. Soulnya itu adalah pengemudi kita. Memang seperti mobil, kita rasanya gatau apa-apa, cuma dibawa setir-setir saja.. Terkadang kita lihat jalanannya rusak, banyak berlubang, becek, kotor, dll.. Terkadang juga macet, atau malah nyasar.. Tetapi kita kan sebenarnya juga cuma mobil saja. Mesti siap dibawa dan diarahkan oleh sang pengemudi, yaitu Higher Self kita.. Kadang-kadang kita mogok gitu ya, terus perlu diservis, dll.. ya biasa lah.. Tetapi di hari lain kita bisa ngebut di jalan tol. Sebab terkadang macet-macet itu perlu sedikit, nyasar-nyasar itu perlu sedikit, supaya kita bisa nyampai ke tujuan dengan selamat. Hehehe.

Jadi saya berpikir.. Kenapa saya mesti takut? Orang yang nyetir tahu jalan kok. Lah soul kita kan berlipat-lipat lebih mampu dan yakin daripada casing kita. Kita enak juga, tinggal mengikuti arahan soul kita, pas di gas, ya nge gas. Pas di rem, ya di rem. Kalau dibawa ke yang sakit-sakit dikit (polisi tidur, lobang-lobang) dll yang bikin lecet, ya diketawain aja. Diterima, dan dibikin enteng. Baru berasa ya, ketika kita sadar kalau kita sedang diarahkan dan tinggal mengikuti saja, dan memberi yang terbaik, rasa tegang itu hilang. Apa saja dibecandain saja, disertai dengan senyum manis dan ketawa. Maka dunia ini akan lebih indah, hidup ini terasa lebih ringan, dan tahu-tahu sudah nyampe aja. hehehe :)

Mohon doa restunya ya, para pembaca, atas pertualanganku di negeri Jepun..

Salam rahayu,

Tuesday, January 6, 2015

Percaya Diri

Haii para pembaca.. Selamat tahun baru ya.. Mohon maaf sudah lama tidak diupdate blog ini.. Buat saya sendiri, tema tahun baru saya, tahun 2015 ini, adalah menjadi manusia, dan bagaimanakah kita tahu kalau kita sudah menjadi manusia? Ya.. Kita bisa bedain, manusia, atau humankind, itu mencintai, dan tidak judgemental. Mereka juga punya faith, dan percaya diri. Kata Mr Eddy, kalau masih suka khawatir, dan masih suka mengeluh, itu namanya belum jadi manusia, hanya menjadi orang saja, sebab jika kita mengeluh, kita sedang melecehkan kuasa Tuhan yang berada di dalam diri kita.

Saya memang bukan berlatar belakang agama Kristiani, tetapi berhubung saya belajar di sekolah Katolik selama bertahun-tahun, saya sedikit-sedikit menyerap juga cerita-cerita Kristiani. Saya ingat sekali ketika Tuhan Yesus mengatakan bahwa muridnya yang pertama, Petrus, akan menyangkal dirinya tiga kali sampai ayam yang akan berkokok. Sesungguhnya, jika kita mengeluh, dan tidak percaya diri, bukannya kita sedang menyangkal Tuhan? Menyangkal itu berarti men-deny, dan jika kita terus-terusan men-deny sebuah entitas yang menyelenggarakan hidup kita, bukankah semuanya akan berantakan?

Tetapi, Pak Eddy juga sering berkata: "Indah pada waktuNya.." Saya juga percaya hal yang sama, mungkin terkadang saya masih kelepasan emosian atau mengeluh, tetapi saya berusaha menyadari ketika saya melakukan hal-hal tersebut, dan menguranginya. Yah, semoga saja tahun ini indah pada waktuNya, dan kita lebih banyak bersyukur daripada mengeluh, ya!

Selamat tahun baru :)