Konon katanya, alur perjalanan
hidup kita itu mulai dari debu à tumbuhan à binatang à peri à manusia (yang akhirnya
kembali ke debu). Manusia pun memiliki tahapan masing-masing; kita mulai dari
yang keperibinatangan, kemudian menjadi keorang-orangan, sampai akhirnya lulus
menjadi seorang manusia yang memiliki welas asih.
Kenapa kita mulai
dari debu? Supaya kita belajar memiliki kemerdekaan yang tanpa batas. Kita
belajar untuk membebaskan diri dari segala belenggu, dan supaya kita ingat
selalu bahwa kita, dalam wujud atau tahapan apapun, selalu memiliki kemerdekaan
yang tanpa batas: Kita bebas melakukan apapun yang kita mau. Belenggu-belenggu
itu hanyalah khayalan dan ketakutan kita saja. Kenapa? Sebab sebagai debu, kita bebas keliling dunia. Mau masuk ke hutan kek, mau masuk ke mata
orang kek, itulah ‘pekerjaan’ sebuah debu.
Kemudian,
tatananya sebagai berikut:
-
Tumbuhan:
belajar untuk pasif, tetapi produktif.
-
Hewan/binatang:
belajar untuk dinamis dan produktif.
Mari kita
bicarakan lebih lanjut mengenai hewan: kita ambil contoh ayam kampung. Jika
pagi-pagi ayam kampung dilepas dan dibiarkan sendiri saja, se-ekor ayam kampung
akan mampu membuat perut mereka kenyang sepanjang hari. Sebab mereka tahu
dimana mereka bisa memperoleh makanan mereka – mereka memiliki sebuah ‘survival
instinct’ untuk bertahan hidup dan berjuang. Kita-kita yang sudah menjadi
minimal seseorang orang telah mewarisi ‘survival instinct’ tersebut, untuk
bertahan hidup, berjuang, dan membuat perut kita kenyang. Masa kita kalah sama
seekor ayam jantan kampung dan malas-malasan saja?
Sang peri tidak punya cangkang (casing). Jadinya mereka hanya mengambil wujud sebagai
sebuah energi (roh) seperti malaikat-malaikat yang diketahui oleh khalayak
umum. Walaupun sang peri sangatlah produktif dan rajin berkarya, sampai rela jungkir balik dan berdarah-darah untuk
melindungi orang-orang dan para manusia, sang peri tetaplah pasif, ia tidak gembar-gembor, apalagi
mengeluh sedikit pun. Ia tetap mempertahankan kualitas low-profilenya.
Lalu akhirnya
peri itu memohon-mohon kepada Tuhan, supaya bisa diberi sebuah cangkang
(casing) yang maha-dasyhat dan luarbiasa. Tidak lain dan tidak bukan ialah
cangkang kita sendiri, tubuh orang (manusia) ini. Sang peri pun ingin menjalani
kehidupan sebagai seorang orang (dan manusia) supaya bisa belajar daripada
kesulitan dan jerih payah yang kita alami selama ini. Inilah yang kalian semua
telah lalui, para pembaca yang tercinta, untuk menjalani kehidupan kalian yang
sekarang ini. :)
Seperti layaknya debu merupakan bagian dari bintang di surga dan di semesta, ruh kita merupakan bagian dari peri dan dari diri Tuhan... :)
Salam Rahayu,
No comments:
Post a Comment